Saudara pembaca, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua..
Jauh dari ilmu agama dan cinta terhadap
dunia beserta segenap perhiasannya, adalah dua sebab mendasar yang
membuat kaum muslimin semakin jauh dari agamanya. Di sisi lain arus
deras dari kebudayaan barat (baca: kafir) terus merongrong umat ini,
dengan embel-embel modernisasi, intelektual, aspiratif, dan lain
sebagainya. Sehingga membuat segala sesuatunya (cara makan, gaya busana,
pola hidup bermasyarakat, bahkan dalam berpolitik), baik atau tidaknya
diukur dari budaya barat.
Dalam kondisi seperti inilah umat Islam
yang ‘semakin minder’ dengan agamanya sangat mudah dipengaruhi,
diombang-ambingkan, ikut-ikutan semata, bagaikan asap yang terbang
mengikuti arah angin berhembus. Valentine’s Day misalnya, tidak sedikit
dari kaum muslimin terkhusus kalangan remajanya ikut larut dalam
perayaan ini, meski tidak tahu-menahu hakikat sebenarnya dari perayaan
tersebut (lihat Al-Ilmu edisi 6/ II/ VII/ 1430).
Risalah ini kami tujukan kepada para
muda-mudi umat Islam yang masih sayang pada dirinya, juga untuk para
orang tua yang kelak (di yaumul akhir) akan ditanya tentang
kepemimpinannya (terhadap keluarganya), juga untuk para pendidik yang
masih peduli dengan adab dan akhlak anak didiknya, dan segenap kalangan
yang masih mencintai Islam ini sebagai agamanya.
Berikut ini kami sampaikan fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah berkaitan dengan Valentine’s Day.
Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin.
Beliau ditanya: Telah banyak tersebar
baru-baru ini perayaan Valentine’s Day (‘Idul Hubb) -terkhusus di
kalangan pelajar putri- itu merupakan salah satu hari raya orang-orang
Kristen. Pada hari itu mode dan pakaian serba merah semua, baik pakaian
maupun sepatu. Mereka saling tukar/menghadiahkan bunga berwarna merah.
Kami mohon penjelasan tentang hukum perayaan seperti ini, dan bimbingan
untuk kaum muslimim dalam permasalahan ini? Semoga Allah senantiasa
menjaga dan memelihara anda.
Jawaban: Merayakan Valentine’s Day dilarang karena beberapa sebab:
1. Hal tersebut merupakan perayaan bid’i (yang diada-adakan) tidak ada dasarnya dalam syari’ah.
2. Dapat mengantarkan kepada kecintaan dan birahi.
3. Hal tersebut menyebabkan sibuknya hati
dengan perkara-perkara yang rendah dan menyelisihi bimbingan
as-salafush shalih radhiyallaahu’anhum.
Maka tidak diperbolehkan pada hari
tersebut melakukan syi’ar-syi’ar hari raya Valentine’s Day sedikit pun,
baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah, dan
yang lainnya. Wajib atas setiap muslim untuk merasa mulia dengan
agamanya dan tidak bersikap oportunis dengan gampang mengikuti setiap
seruan.
Saya mohon kepada Allah subhanahu wa
ta’ala agar melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah yang nampak
maupun yang tersembunyi, dan agar Dia melindungi kami dengan
perlindungan dan taufiq-Nya.
[Majmu' Fatawa wa Rasail ibni 'Utsaimin XVI/124]
Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)
Lajnah ditanya: Pada tanggal 14 Februari
setiap tahun masehi sebagian orang merayakan hari kasih sayang yang
dikenal dengan Valentine’s Day. Pada hari itu mereka saling memberi
hadiah bunga mawar merah, memakai baju merah, dan saling memberikan
ucapan selamat. Demikian juga pabrik-pabrik permen, membuat permen
dengan warna merah dan membuat gambar hati padanya. Tidak ketinggalan
juga sebagian toko mempromosikan barang-barang khas hari tersebut.
Bagaimana pendapat anda:
1. Merayakan hari tersebut?
2. Membeli dari toko-toko pada hari tersebut?
3. Para pemilik toko yang tidak ikut
merayakan hari tersebut tetapi menjual kepada orang yang hendak membeli
hadiah pada hari tersebut?
Jazaakumullahu khairan (semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas anda semua dengan kebaikan)
Jawaban: Dalil-dalil yang tegas dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah, sekaligus kesepakatan para Salaful Ummah, bahwa
hari raya dalam Islam hanya ada dua, yaitu hari raya ‘Idul Fitri dan
‘Idul Adha. Adapun hari raya selain kedua hari tersebut, baik perayaan
berkenaan dengan seseorang, kelompok, peristiwa, atau makna apapun, maka
itu merupakan hari raya yang diada-adakan dalam agama. Tidak boleh bagi
pemeluk agama Islam untuk merayakannya, menyetujuinya, ataupun
menampakkan kegembiraan terhadap hari tersebut, serta tidak boleh pula
membantu (perayaan tersebut) sedikitpun. Karena perbuatan tersebut
termasuk melanggar batasan-batasan Allah subhanahu wa ta’ala, dan barang
siapa yang melanggar batasan-batasan Allah subhanahu wa ta’ala maka dia
telah menzhalimi dirinya sendiri. Berikutnya, disamping ia perayaan
yang diada-adakan dalam agama, ia juga merupakan hari rayanya orang
kafir, maka itu dosa di atas dosa. Karena pada perbuatan tersebut
terdapat unsur tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang-orang kafir dan
loyalitas kepada mereka.
Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah
melarang kaum mukminin dari perbuatan tasyabbuh dengan orang-orang kafir
dan Allah subhanahu wa ta’ala juga melarang kaum muslimin dari
berloyalitas kepada mereka dalam kitab-Nya yang mulia.
Telah pasti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.” [HR. Abu Dawud no. 4031, Ahmad II/50]
Valentine’s Day termasuk jenis yang
dimaksudkan di atas, karena ia termasuk hari raya watsaniyyah
(paganisme/para penyembah berhala) nashraniyyah. Maka tidak
diperbolehkan bagi seorang muslim yang telah menyatakan diri beriman
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari akhir untuk ikut merayakan
hari raya tersebut, atau menyetujuinya, atau turut mengucapkan selamat.
Sebaliknya, wajib atasnya untuk meninggalkan dan menjauhinya dalam
rangka memenuhi perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, serta
menjauhi sebab-sebab yang mendatangkan kemurkaan dan adzab Allah
subhanahu wa ta’ala.
Demikian juga haram atas seorang muslim
untuk turut membantu/berpartisipasi pada hari perayaan tersebut ataupun
hari raya kafir/bid’ah terlarang lainnya, dalam bentuk apapun, baik
makanan, minuman, jual beli, produksi, hadiah, kartu-kartu ucapan
selamat, iklan, atau yang lainnya. Karena itu semua merupakan bentuk
kerja sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan, serta bentuk kemaksiatan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Tolong menolonglah kalian di atas
kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa
dan permusuhan. Bertakwalah (takutlah) kalian kepada Allah, karena
sesungguhnya Allah Maha Keras adzab-Nya.” (Al-Maidah: 2)
Wajib atas setiap muslim untuk berpegang
teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam semua kondisinya, terutama
ketika fitnah dan kerusakan banyak bermunculan. Wajib atasnya untuk jeli
berpikir dalam rangka waspada dari terjatuh dalam kesesatan umat yang
dimurkai (Yahudi) dan umat yang tersesat (Nashrani), dan orang fasik
yang tidak percaya akan kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak
peduli sama sekali terhadap Islam. Wajib atas setiap muslim untuk
kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan memohon hidayah-Nya dan
keteguhan diri di atasnya. Karena sesungguhnya tidak ada yang memberi
hidayah dan mengokohkannya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala.
Wabillahi taufiq, washallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa’ala alihi wa sallam.
[Fatwa No. 21203]
Fatwa ini ditandatangani oleh: Asy-Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alu Asy-Syaikh (Ketua), Asy-Syaikh Bakr Abu
Zaid (Anggota), Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan (Anggota), dan Asy-Syaikh
‘Abdullah bin Ghudayyan (Anggota).
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakan Valentine’s Day?
Sebagian kaum muslimin yang ikut
merayakannya mengatakan bahwa Islam juga mengajak kepada kecintaan dan
kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah saat yang tepat untuk
menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin. Sehingga apa yang
menghalangi untuk merayakannya?
Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1. Hari Raya Dalam Islam Telah Ditentukan
Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hari raya merupakan
salah satu syi’ar yang sangat agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada
hari raya kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul Adha. Perkara
ibadah harus ada dalilnya. Tidak boleh seseorang membuat hari raya
sendiri yang tidak disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan
Rasul-Nya.
Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih
Sayang ataupun selainnya yang diada-adakan adalah perbuatan
mengada-adakan (bid’ah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk
koreksi terhadap Allah subhanahu wa ta’ala, Dzat yang menetapkan
syariat.
2. Tasyabbuh Terhadap Orang-orang Kafir.
Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan
bentuk tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai
kaum Nashrani yang meniru mereka (Romawi), padahal ini tidak termasuk
(amalan) agama mereka. Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum
Nashrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka, maka bagaimana
dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya dari para
penyembah berhala?
Seorang muslim dilarang menyerupai
orang-orang kafir -baik penyembah berhala atau ahli kitab- baik dalam
aqidah, ibadah, maupun dalam adat yang menjadi kebiasan, akhlak, dan
perilaku mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kalian menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan
yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa
yang berat.” (Ali-’Imran: 105)
Dan juga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ
تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ
يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ
الأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan
kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka
seperti orang-orang yang sebelumnya Telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka.” [HR. Abu Dawud no. 4031, Ahmad II/50]
Tasyabbuh terhadap orang kafir dalam
perkara agama mereka -diantaranya adalah Hari Kasih Sayang- lebih
berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau
perilaku. Karena agama mereka tidak terlepas dari tiga hal: yang
diada-adakan, atau yang telah dirubah, atau yang telah dihapuskan
hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga tidak ada sesuatupun dari
agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah
subhanahu wa ta’ala.
3. Perayaan Kasih Sayang Untuk Semua Manusia.
Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada
masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya,
tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini
menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum
muslimin adalah bersikap adil dan tidak menzhaliminya. Dia juga berhak
mendapatkan sikap baik dengan syarat; tidak memerangi atau membantu
memerangi kaum muslimin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena
agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang
kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan
mereka. Allah subhanahu wa ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak
berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:
لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ
كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati kaum yang
beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang
itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga
mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih
sayang, cinta, dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan yang
ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” [Al-Iqtidha': I/490]
4. Kasih Sayang Karena Syahwat.
Kasih sayang yang dimaksud dalam
tasyabbuh ini semenjak dihidupkan oleh kaum Nashrani adalah cinta,
rindu, dan kasmaran di luar hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya
zina dan kekejian yang karenanya pemuka agama Nashrani -pada waktu itu-
menentang dan melarangnya.
Kebanyakan para pemuda muslimin
merayakannya pun karena menuruti syahwat dan bukan karena keyakinan
khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nashrani. Namun hal ini
tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh terhadap orang
kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim
tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang
tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Wallahu ta’ala a’lam bis showab.
Buletin Islam AL ILMU Edisi: 8/II/VIII/1431
Sumber : http://www.buletin-alilmu.com
Dalam sumber lain juga disebutkan
Pertanyaan:
Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day?
Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day?
Jawab:
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:
Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.
Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara
rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf
shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak
halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan,
minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya
setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang
tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum
muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang
tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat
syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin
dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang
dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan
membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir
dalam ibadah dan perilaku.
Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan
ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak
buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah
mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim
dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya
jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan
mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan
sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin
terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat
melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.
Allah Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim.” (Al-Maidah:51)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)
Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan
mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan
makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.
Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan
ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai
ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan
pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan
mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele,
tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak
memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita
sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi
porak-poranda.
Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu
semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di
antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan
yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya
dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi
hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh
orang-orang kafir.
Semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjadikan hidup kita
penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi
jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan
bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan
kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini
kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.
Semoga Allah Ta’ala Membalas ‘Amal Ibadah Kita.
sumber: http://www.darussalaf.or.id
http://ulamasunnah.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar